
Membaca Al Qur'an, Salah satu Tradisi di Bulan Ramadhan.
Semasa kita masih duduk di bangku sekolah kita pasti telah akrab dengan istilah "Pesantren Ramadan", sebuah kegiatan rohani di bulan Ramadan yang diadakan pihak sekolah dan para siswa diwajibkan mengikutinya.
Berkah di bulan Ramadan, sekolah-sekolah mendadak menjadi "pesantren" walau barang cuma sehari sampai tiga hari. Di saat lingkungan yang lain, seperti sekolah dan universitas memakai kata pesantren sebagai nama kegiatan rohani mengisi bulan puasa, bagaimana dengan lingkungan pesantren sendiri saat di bulan Ramadan?
Di pondok pesantren, ada dua kegiatan inti. Pertama adalah kegiatan madrasiyah, yaitu kegiatan belajar mengajar di madrasah dengan jenjang pendidikan mulai ibtida'iyah (pemula), tsanawiyah/wustha (menengah) dan aliyah/ulya (atas) dengan kurikulum dari pesantren.
Kedua adalah kegiatan ma'hadiyah atau kegiatan khas pesantren, yaitu kegiatan yang diselenggarakan di luar kegiatan belajar mengajar di madrasah seperti kajian kitab-kitab klasik dan kontemporer yang diasuh oleh kiai dan ustaz-ustaz senior, salat berjamaah, tahfidz (hafalan), bahtsul masa'il dll. (Baca tulisan saya memahami hakikat pondok pesantren di sini )
Memasuki bulan Ramadan, rata-rata pondok pesantren telah libur dari dua kegiatan inti seperti di atas. Sebagai gantinya pondok pesantren biasanya mengadakan kegiatan baru untuk mengisi kegiatan di bulan puasa.
Nama kegiatan tersebut berbeda-beda di setiap pesantren meskipun praktiknya sama. Ada yang menggunakan nama ngaji kilatan seperti umumnya di pesantren di Jawa Timur, atau ngaji pasanan di Jawa Tengah.
Intinya sama, yaitu kegiatan mengaji kitab-kitab klasik-kontemporer secara "kilat" atau mengkhatamkan sejumlah kitab dalam waktu kurang dari satu bulan, biasanya dimulai dari awal Ramadan dan baru selesai sehari sebelum Nuzulul Qur'an (17 Ramadan), bahkan ada yang sampai "tanggal tua" di bulan Ramadan.
Asal usul ngaji kilatan atau pasanan itu berawal dari tradisi masyarakat pada bulan Ramadan yang biasanya tadarus mengkhatamkan Alquran. Kebiasaan tersebut diadopsi di pesantren menjadi pengajian mengkhatamkan kitab-kitab dalam waktu singkat.
Kegiatan ini diadakan untuk mengisi kekosongan para santri yang tidak pulang kampung halaman di bulan Ramadan. Karena saat bulan puasa para santri lebih banyak waktu luang, karena kegiatan inti di pesantren telah libur. Dengan begitu para santri tidak kehilangan waktu berharga mereka di bulan Ramadan.
Kegiatan ngaji kilatan ini sudah mentradisi di dunia pondok pesantren, antar pesantren terkadang saling bertukar informasi tentang kitab-kitab yang akan dibaca atau kegiatan di pesantren tersebut selama bulan Ramadan. Dengan begitu bagi santri yang berminat bisa mempersiapkan diri kegiatan apa yang nanti akan diikutinya.
Kegiatan ngaji kilatan umumnya dilakukan non stop. Ada banyak kitab yang dibaca di waktu yang bersamaan. Ibarat mata kuliah di kampus, kita bebas memilih mana yang akan kita ikuti sesuai kebutuhan masing-masing. Tentu di saat memilih perlu mempertimbangkan dulu jenis kitab apa dan siapa pengampunya.
Contohnya, saya pernah mengikuti ngaji kilatan di pondok pesantren Raudlatut Thalibien di Rembang, Jawa Tengah, setelah saya memperoleh informasi jadwal kitab yang akan dibaca lengkap waktu dan siapa pengampunya dari pihak pengurus pesantren, saya memilih mengikuti kitab yang dibaca oleh KH. Mustofa Bisri (Gus Mus) yaitu setelah salat subuh, setelah salat dzuhur, setelah salat ashar, dan setelah tarawih masing-masing biasanya durasinya 2 jam.
Ada pula kiai atau ustaz lain yang membaca kitab di waktu yang lain, misalkan setelah salat maghrib, setelah sahur, tapi waktunya bentrok. Jadi kalau kegiatan itu diikuti semua, praktis tak ada waktu istirahat, jadi tetap harus pilih-pilih.
Meskipun kegiatan ngaji kilatan awalnya ditujukan untuk para santri di pondok pesantren yang bersangkutan, sebenarnya kegiatan ini juga terbuka untuk kalangan umum. Bagi kalangan umum ada beragam motivasi mengikuti kegiatan ngaji kilatan ada yang sekedar Tabarrukan (ngalap berkah), memperbanyak guru hingga mengharap sanad.
Mengisi kegiatan Ramadan di pondok pesantren tak melulu identik dengan ngaji kilatan yang mengkhatamkan kitab, di sebagian pesantren ada pula yang mengisi Ramadan dengan membuka kursus-kursus seperti kursus bahasa Arab, Ilmu Falak atau kursus Ilmu Faraidh (Ilmu Waris). Dan sekali lagi ini terbuka untuk umum.
Satu hal yang penting, di bulan Ramadan ini sekalipun kita dalam suasana puasa, bukan berarti kita "puasa" menuntut ilmu. Setuju?
Iqbal Kholidi, pemerhati Timur Tengah. Bisa ditemui di @Iqbal__Kholidi
Sumber Artikel: https://beritagar.id/artikel/ramadan/tradisi-ramadan-di-pesantren
0 komentar:
Posting Komentar